NAMA : MUHAMMAD
WACHID AGUNG LAKSONO
NPM : 16213171
KELAS : 3EA29
MATKUL : PERILAKU KONSUMEN #
JURUSAN : S1 MANAJEMEN
FAKULTAS : EKONOMI
PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP PEMBELIAN DAN KONSUMSI
1. Pengertian
Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa
Indonesia.
Definisi budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Budayaterbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan
bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup
menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya
turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar
dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan mengapa orang
mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat
dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai
yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas
keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk
berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika,
“keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan
kolektif” di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa
tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang
layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya
yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan
hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang
menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas
seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
2. Seseorang
Menemukan Nilai- Nilai yang di Anut
Nilai sosial adalah nilai yang
dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang
dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik
atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini
tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran
apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan
tata nilai
Ciri-ciri pembentukan nilai-nilai
sosial yang di anut:
·
Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil
interaksi antarwarga masyarakat.
·
Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan
bawaan lahir).
·
Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
·
Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan
dan kepuasan sosial manusia.
·
Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan
kebudayaan yang lain.
·
Dapat memengaruhi pengembangan diri social
·
Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga
masyarakat.
·
Cenderung berkaitan satu sama lain.
Berdasarkan ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging (internalized value).
Nilai dominan adalah nilai yang
dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu
nilai didasarkan pada hal-hal berikut.
o
Banyak orang yang menganut nilai tersebut.
Contoh, sebagian besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang
lebih baik di segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
o
Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh
anggota masyarakat.
o
Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat
melaksanakan nilai tersebut. Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha
pulang kampung (mudik) di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau
Natal.
o
Prestise atau kebanggaan bagi orang yang
melaksanakan nilai tersebut. Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat
memberikan kebanggaan atau prestise tersendiri.
Nilai mendarah daging (internalized
value)
Nilai mendarah daging adalah nilai
yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang
melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah
sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil.
Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa
sangat bersalah. Contoh, seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi
nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak
bertanggung jawab. Demikian pula, guru yang melihat siswanya gagal dalam ujian
akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.
Bagi manusia, nilai berfungsi
sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan
perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup
seseorang dalam masyarakat. Menurut Notonegoro,nilai sosial terbagi 3, yaitu:
- Nilai material, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi fisik/jasmani seseorang.
- Nilai vital, yaitu segala
sesuatu yang mendukung aktivitas seseorang.
- Nilai kerohanian, yaitu
segala sesuatu yang berguna bagi jiwa/psikis seseorang.
3. Pengaruh
Kebudayaan Terhadap Perilaku Konsumen
Pengertian perilaku konsumen
menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang diperhatikan konsumen
dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa,
atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan
kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen
menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah proses pengambilan keputusan dan
kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam
menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan
jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995)
consumer behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan
tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
3.1. Mo del perilaku consume
Konsumen mengambil
banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan perusahaan besar
meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk menjawab pertanyaan
mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa
banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli.
Pertanyaan sentral
bagi pemasar: Bagaimana konsumen memberikan respon terhadap berbagai usaha
pemasaran yang dilancarkan perusahaan? Perusahaan benar−benar memahami
bagaimana konsumen akan memberi responterhadap sifat-sifat produk, harga dan
daya tarik iklan yang berbeda mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
3.2. Faktor Budaya
Faktor budaya
memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen. Pengiklan
harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas social
pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku
seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
3.2.1. Pengaruh Budaya Yang Tidak Disadari
Dengan adanya
kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan . Dengan memahami beberapa
bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam memprediksi
penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi
masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis
sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja. Ketika kita
ditanya kenapa kita melakukan sesuatu, kita akan otomatis menjawab, “ya karena
memang sudah seharusnya seperti itu”. Jawaban itu sudah berupa jawaban otomatis
yang memperlihatkan pengaruh budaya dalam perilaku kita. Barulah ketika
seseorang berhadapan dengan masyarakat yang memiliki budaya, nilai dan
kepercayaan yang berbeda dengan mereka, lalu baru menyadari bahwa budaya telah
membentuk perilaku seseorang. Kemudian akan muncul apresiasi terhadap budaya
yang dimiliki bila seseorang dihadapan dengan budaya yang berbeda. Misalnya, di
budaya yang membiasakan masyarakatnya menggosok gigi dua kali sehari dengan
pasta gigi akan merasa bahwa hal itu merupakan kebiasaan yang baik bila
dibandingkan dengan budaya yang tidak mengajarkan masyarakatnya menggosok gigi
dua kali sehari. Jadi, konsumen melihat diri mereka sendiri dan bereaksi
terhadap lingkungan mereka berdasarkan latar belakang kebudayaan yang mereka
miliki. Dan, setiap individu akan mempersepsi dunia dengan kacamata budaya
mereka sendiri.
3.2.2. Pengaruh Budaya dapat Memuaskan
Kebutuhan
Budaya yang ada
di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Budaya dalam suatu produk
yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam menyelesaikan masalah dengan
menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam memuaskan kebutuhan fisiologis,
personal dan sosial. Misalnya dengan adanya budaya yang memberikan peraturan
dan standar mengenai kapan waktu kita makan, dan apa yang harus dimakan tiap
waktu seseorang pada waktu makan.
Begitu juga hal
yang sama yang akan dilakukan konsumen misalnya sewaktu mengkonsumsi makanan
olahan dan suatu obat.
3.2.3. Pengaruh Budaya dapat Dipelajari
dipelajari sejak seseorang sewaktu masih
kecil, yang memungkinkan seseorang mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan
kebiasaan dari lingkungan yang kemudian membentuk budaya seseorang. Berbagai
macam cara budaya dapat dipelajari. Seperti yang diketahui secara umum yaitu
misalnya ketika orang dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota
keluarganya yang lebih muda mengenai cara berperilaku. Ada juga misalnya
seorang anak belajar dengan meniru perilaku keluarganya, teman atau pahlawan di
televisi. Begitu juga dalam dunia industri, perusahaan periklanan cenderung
memilih cara pembelajaran secara informal dengan memberikan model untuk ditiru
masyarakat. Misalnya dengan adanya pengulangan iklan akan dapat membuat nilai
suatu produk dan pembentukan kepercayaan dalam diri masyarakat. Seperti
biasanya iklan sebuah produk akan berupaya mengulang kembali akan iklan suatu
produk yang dapat menjadi keuntungan dan kelebihan dari produk itu sendiri.
Iklan itu tidak hanya mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai
keuntungan dari suatu produk, namun dapat juga memepengaruhi persepsi generasi
mendatang mengenai keuntungan yang akan didapat dari suatu kategori produk
tertentu.
3.2.4. Pengaruh Budaya yang Berupa Tradisi
Tradisi adalah
aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan serangkaian langkah-langkah
(berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian yang pasti dan terjadi
berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan selama kehidupan manusia, dari lahir
hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat bersifat umum. Hal yang penting dari
tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa tradisi cenderung masih
berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya. Misalnya yaitu natal, yang
selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk tradisi-tradisi misalnya
pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan sebagai perlengkapan acara
tersebut.
4. Struktur
Konsumsi
Secara matematis struktur konsumsi
yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan
antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan
distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga
(permintaan). Grafik ini memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam
permintaan dari D1 ke D2bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang
diperlukan untuk mencapai sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva
penawaran (S).
5. Dampak
Nilai- Nilai Inti Terhadap Pemasar
5.1. Kebutuhan
Konsep dasar yang
melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah
pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang
kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena ukan hanya fisik
(makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi diri,
sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat
konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk atau jasa yang dapat
memuaskan kebutuhan tersebut.
5.2. Keinginan
Bentuk kebutuhan
manusia yang dihasilkan oleh budaza dan kepribadian individual dinamakan
keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan memuaskan
kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan yang
spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin luas,
tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga dibutuhkan
perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan manusia
dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi keterbatasan
sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk memuaskan
lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya
akan memenuhi kebutuhan makannya dengan gudeg, orang Jepang akan memuaskan
keinginannya dengan makanan sukayaki dll.
5.3. Permintaan
Dengan keinginan
dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya manusia
menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat yang paling
memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan menusia akan
produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
6. Perubahan Nilai
Budaya juga perlu mengalami perubahan
nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
1. Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
2. Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
3. Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
1. Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
2. Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
3. Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.
6.1. Variasi nilai perubahan dalam nilai budaya terhadap pembelian dan
konsumsi
Nilai budaya
memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini
dimasukkan kedalam kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai
lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara
individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang
utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai
aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam
keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada seruan promosi
untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang
individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk
individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim,
persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
6.2. Individual/kolektif
Budaya
individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New
Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India,
dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor
kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada
individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan
nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang
lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang
lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif
dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema
yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif
dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
6.3. Usia muda/tua
Dalam hal ini
apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih
berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain
adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran
usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk
menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan
para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak
mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk
membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka
anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan
akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen
tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan
bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.
6.4. Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud
disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan
penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa
(orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik
bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa
yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa pengaruh
pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti
contoh pada beberapa budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya dengan
Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki
kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli. Begitu juga para orang
dewasa muda di Thailand yang hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga
mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua
maupun keluarga mereka. Yang lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli
diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga yaitu seperti diskusi keluarga
diantara mereka.
Contoh Kasus :
REPUBLIKA.CO.ID,KARANGAYAR – Pelestarian terhadap seni
budaya batik menjadi salah kaprah. Masalahnya, seluruh siswa SMP dan SMA/SMK di
Kabupaten Karanganyar diwajibkan membeli seragam batik. Kewajiban ini berlaku
bagi siswa baru maupun siswa lama saat orangtua mengambil rapot kenaikan kelas.
Koleksi seragam sekolah bertambah. Siswa SMP, misalnya,
selain memiliki seragam putih-biru dan Pramuka, kini bertambah seragam batik.
Demikian dengan siswa SMA/SMK. Selain seragam putih-abu-abu dan Pramuka, kini
juga bertambah seragam batik.
Ini yang dipersoalkan orangtua di sana. Mereka bukan saja
mempermasalahkan cara ”paksaan” yang dilakukan pihak sekolah. Tapi, soal harga
yang terlalu tinggi.
”Masak seragam batik printing harganya Rp 179 ribu per
potong,” tutur salah seorang walisiswa kepada Republika.
Walisiswa dari sebuah SMPN di Jaten, Karangnyar, ini merasa
keberatan dengan model pungutan seperti ini. Masalahnya, siswa setiap ajaran
baru itu wajib membeli seragam reguler dan seragam olahraga.
Menurutnya, banyak orangtua yang memprotes. Tapi, mereka tak
dapat berbuat banyak. ”kebijakan seragam batik sebagai identitas sekolah. Mau
tidak mau, siswa harus membeli,” katanya.
Siswa SMAN I Karanganyar mewajibkan membeli seragam batik
lewat koperasi sekolah. Orangtua disodori belangko pembelian seragam batik
senilai Rp 179 ribu. Ini diberikan saat orangtua mengambil rapor. Dalam blangko
disebutkan, orangtua bisa membayar batik saat mengambil rapor. Atau setelah
libur sekolah.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar